Goresan Kader: September Hitam
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya."
Kalimat itu tidak hanya berlaku untuk para pejuang kemerdekaan, tetapi juga untuk setiap peristiwa bersejarah yang membentuk arah bangsa — termasuk yang kelam dan penuh luka. Salah satunya adalah peristiwa yang dikenal dengan sebutan September Hitam.
Apa Itu September Hitam?
"September Hitam" merujuk pada sejumlah tragedi dan peristiwa berdarah yang terjadi di bulan September, baik di Indonesia maupun dunia, yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah dan kemanusiaan. Di Indonesia sendiri, bulan September seringkali diingat dengan peristiwa G30S/PKI yang terjadi pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965. Namun, istilah ini juga bisa merujuk pada tragedi-tragedi lain seperti:
- Tragedi Semanggi (September 1999) – Aksi mahasiswa yang berujung pada kekerasan dan korban jiwa.
- Tragedi Penembakan di Trisakti (Mei 1998, namun semangat reformasinya masih terasa hingga September)
- September Hitam di Yordania (1970) – Konflik bersenjata antara pemerintah Yordania dan faksi-faksi Palestina.
Namun yang paling sering dikaitkan dengan istilah ini di konteks Indonesia adalah peristiwa G30S/PKI.
G30S/PKI: Luka Sejarah Bangsa
Pada malam 30 September 1965, tujuh jenderal TNI AD diculik dan dibunuh oleh kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai Gerakan 30 September (G30S). Peristiwa ini dituduh sebagai upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), yang kemudian dibalas dengan pemberangusan besar-besaran terhadap siapa pun yang dicurigai terlibat PKI. Akibatnya, ratusan ribu hingga jutaan orang menjadi korban kekerasan, pengasingan, dan pembunuhan massal.
Tragedi ini bukan hanya meninggalkan luka fisik, tapi juga trauma kolektif dan narasi yang dikunci selama puluhan tahun. Generasi muda tumbuh tanpa pemahaman utuh tentang apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang bertanggung jawab, dan siapa yang menjadi korban sesungguhnya.
Mengapa Kita Tidak Boleh Melupakan?
- Agar tidak mengulang kesalahan yang sama
- Melupakan sejarah adalah membuka jalan bagi tragedi serupa terjadi lagi. Ketika kita tidak belajar dari masa lalu, kita kehilangan kemampuan untuk mengenali tanda-tanda bahaya di masa kini.
- Untuk keadilan dan rekonsiliasi
- Banyak korban dan keluarga korban yang hingga kini belum mendapatkan pengakuan atau keadilan. Mengingat sejarah adalah langkah awal untuk menghadirkan keadilan restoratif.
- Untuk membangun kesadaran kritis generasi muda
- Generasi muda berhak tahu sejarah bangsanya secara utuh — tanpa sensor, tanpa manipulasi. Mereka harus diberi ruang untuk membaca, menganalisis, dan membentuk pandangan mereka sendiri.
September Bukan Sekadar Bulan
Bulan September adalah pengingat bahwa sejarah tidak selalu ditulis dengan tinta emas. Ada tinta darah, ada air mata, dan ada kegelapan. Namun justru dari sanalah kita bisa belajar — tentang kemanusiaan, tentang kekuasaan, tentang pentingnya demokrasi dan kebebasan berpikir.
Penutup
Jangan lupa sejarah. Jangan lupakan September Hitam.
Bukan untuk membuka luka lama, tapi untuk mencegah luka yang sama di masa depan. Mari kita tumbuh menjadi bangsa yang dewasa, yang berani menatap sejarahnya sendiri — sejujur-jujurnya.
penulis : AdminSahabatKu